Yang Laju dan Yang Layu: Membumikan Agama dalam Krisis Ruang Publik adalah kompilasi terseleksi dari beberapa esai dan makalah karya Yudi Latif, Ph.D yang ditulis pada rentang waktu sekitar dua dekade, dari awal 1990-an hingga 2010-an. Tulisan-tulisan yang disajikan merupakan analisis kritis dan renungan dalam menanggapi serta menjelaskan isu-isu aktual yang tengah berkembang di ruang publik keindonesiaan. Bukan hanya ranah keislaman dan kenegaraan yang menjadi minat utamanya, melainkan juga ranah kemanusiaan dan kerakyatan.
Buku ini mencerminkan tegangan antara kegelisahan dan harapan penulis. Kegelisahan dalam menyaksikan pelbagai krisis dalam
ruang publik dan harapan akan kemampuan peran agama yang membumi dalam perjuangan mengatasi krisis tersebut.
Seakan menyahuti salah satu karyanya terdahulu, Masa Lalu yang Membunuh Masa Depan (1999), apakah yang layu merupakan
warisan masa lalu yang membunuh masa depan? Atau yang laju merupakan kekayaan masa lalu yang menghidupkan masa depan? Singkatnya, akankah yang laju yang menyalakan harapan? Atau yang membunuh masa depan. Bukankah yang laju itu semestinya mendukung gagasan dan budaya, demokrasi dan kebebasan, serta budaya dan perilaku politik yang berlandaskan etika serta “kapital moral agar kita bisa keluar dari krisis ruang publik yang berkepanjangan.
Buku ini akan mengajak Anda, khususnya kaum muda, untuk menjawab pertanyaan tersebut atau memancing pertanyaan baru. Buku ini diawali prolog : Menatap Masa Depan Demokrasi Indonesia: Perjalanan Sejarah sebagai Proses Humanisasi, dan selanjutnya disajikan 3 bagian tulisan inti, yaitu :
Bagian I : Islam dan Demokrasi: Tegangan antara Masyarakat Politik dan Masyarakat Sipil
Pada bagian I ini terdapat 5 tulisan terkait Islam dan Demokrasi; Demokrasi Minus Demokrat; Persimpangan Jalan Intelektual; Masa Depan Peran Politik Umat Islam dan Revitalisasi Pancasila di Tengah Dua Fundamentalisme
Bagian II : Krisis Ruang Publik dan Kebebasan : Tegangan antara Toleransi dan Fanatisme.
Pada bagian II ini terdapat4 tulisan terkait Ruang Publik, Partisipasi, dan Kekerasan; Masyarakat Sipil, Kebebasan, dan Fanatisme; Konflik Agama Sebagai Konflik Sosial: Tradisionalisme vs Modernisme Islam di Indonesia; dan Modernisasi dan Kebangkitan Fundamentalisme: Kasus Muslim Indonesia Era 1990-an.
Bagian III : Reformasi Kepemimpinan dan Kapital Moral: Tegangan antara Politik Elite dan Etika Politik.
Pada bagian III ini terdapat 6 tulisan terkait Merdeka tanpa Sejahtera; Pembaruan Politik yang Tertawan: Tantangan Reformasi Administrasi Negara; Etika Politik dalam Sistem Demokrasi; Kepemimpinan dengan atau tanpa Kapital Moral; Kepemimpinan Moral dan Harapan; dan Teologi Kebangsaan untuk Kebajikan Bersama.
Buku ini ditutup dengan Epilog : Kesatuan dalam Keragaman: Membangun Optimisme bagi Generasi Mendatang